Senin, 22 Desember 2014

Ideologi dan Tantangan Pluralisme Politik



Ideologi dan Tantangan Pluralisme Politik

Makalah diajukan sebagai bahan diskusi kelas
Mata kuliah Pengantar Ilmu Politik

Disusun oleh:
1.      Lathifa Rulia Sa’diyyah (11141130000077)
2.      Rizky Afif Hidayah (11141130000081)
3.      Diah Rahmi Winatra (11141130000085)

Dosen Pembimbing:
Andar Nubowo, DEA
                                                                                         







Universitas Islam Negeri Syarif Hiyatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prodi : Hubungan Internasional











Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ideologi dan Tantangan Pluralisme Politik”. Makalah ini diajukan sebagai bahan diskusi mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Kami mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Andar Nubowo. DEA sebagai dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Politik yang telah mendidik kami.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kami selaku tim penyusun memohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan,dan kami juga akan menerima segala kritikan yang bersifat membangun untuk masa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.







Jakarta, 24 November 2014
                                                            Hormat kami


                                                                                                                        Tim Penyusun

 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara historis, ideologi mengalami berbagai perubahan dari masa ke masa. Ideologi merupakan fenomena umum yang mengiringi proses pertumbuhan negara modern. Untuk itu, disini akan diuraikan pengertian ideologi, fungsi ideologi, jenis dan bahasan-bahasan tentang ideologi lain. Dalam perkembangannya, ideologi mempengaruhi kehidupan. Dapat dilihat semenjak munculnya ideologi Marxisme dan berkembang menjadi Komunisme tetap menekankan kepada suatu nilai materialisis. Ideologi tersebut menyebabkan penderitaan rakyat kecil sehingga komunisme muncul sebagai reaksi atas penindasan terhadap rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung oleh pemerintah.
Ideologi komunisme juga berpengaruh dalam hal keagamaan, komunisme yang dirumuskan Karl Marx menyatakan bahwa manusia adalah suatu hakikat yang menciptakan dirinya sendiri dengan menghasilkan sarana-sarana kehidupan sehingga sangat menentukan dalam perubahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, dan agama. Dalam hal ini, komunisme bersifat atheis ( tidak bertuhan ) karena manusia dintentukan oleh dirinya sendiri bukan oleh hal-hal lain diluar dirinya.
Selain komunisme masih banyak jenis ideologi yang akan dibahas. Tidak hanya ideologi secara mendunia dan pluralisme yang harus dipahami, tetapi dalam hal bagaimana Islam berperan dalam pembentukan ideologi di dalam percaturan politik. Indonesia adalah contoh salah satu negara yang terpengaruh dengan adanya agama islam hingga dalam bidang politik. Mulai dari masa orde baru hingga era reformasi islam masih berpengaruh terhadap ideologi di Indonesia. Maka dari itu perlu dibahas mengenai ini dengan tepat dan efektif.






1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ideologi?
2. Apa fungsi dari ideologi?
3. Apa kelebihan dan kelemahan masing-masing ideologi?
4 .Bagaimana apabila dua jenis ideologi dibandingkan?
5. Bagaimana Islamisme atau Politik Islam sebagai ideologi?





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ideologi
Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk “idea” dan “logos”, yang berasal dari bahasa Yunani “eidos” dan “logos”. Secara sederhana, ideologi berarti suatu gagasan berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran falsafah. Dalam arti luas, istilah “ideologi” dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam artian ini, ideologi disebut “terbuka”. Dalam arti sempit, ideologi ialah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.
Ideologi juga diartikan sebagai ajaran, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam  bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu pandangan hidup akan meningkat menjadi suatu falsafah hidup apabila telah mendapat landasan berpikir maupun motivasi yang lebih jelas, sedangkan kristalisasinya kemudian membentuk suatu ideologi. Keterikatan ideologi dengan pandangan hidup akan membedakan ideologi suatu bangsa dengan bangsa yang lain.
Sekarang ini, ideologi telah menjadi suatu pengertian yang kompleks. Perkembangan terakhir ini menunjukkan adanya perbedaan yang makin jelas antara ideologi, filsafat, ilmu, teologi. Ideologi dipandang sebagai pemikiran yang timbul karena pertimbangan kepentingan. Di dalam ideologi, orang tidak mempersalahkan nilai kebenaran internalnya. Ideologi dipandang sebagai “belief system”, sedangkan dalam ilmu, filsafat ataupun teologi merupakan pemikiran yang bersifat refleksif, kritis, dan sistematik, dimana pertimbangan utamanya adalah adalah kebenaran pemikiran. Karena perbedaan itu, ideologi disebut sebagai suatu sistem pemikiran yang sifatnya tertutup.
Didalam pekembangannya, ideologi mempunyai arti yang berbeda, yaitu :
1.      Ideologi diartikan sebagai “weltanschuung”, yaitu pengetahuan yang mengandung pemikiran-pemikiran besar, cita-cita besar mengenai sejarah, manusia, masyarakat, dan negara (science of ideas). Dalam pengertiannya, ideologi sering kali disamakan maknanya dengan ajaran filsafat.
2.      Ideologi diartikan sebagai pemikiran yang tidak memperhatikan nilai kebenaran internal, karena tumbuhnya didasarkan kepada pertimbangan kepentingan tertentu, dan bersifat tertutup.
3.      Ideologi diartikan sebagai suatu “belief system” dan karena itu berbeda dengan ilmu, filsafat, ataupun teologi yang secara formal merupakan suatu “knowledge system” (bersifat refleksif, sistematis, dan kritis)[1]
































2.2 Teori tentang ideologi
Kata ideologi pertama kali digunakan pada awal tahun 1800-an oleh kelompok pemikir dari Perancis yang mengatakan Ideologues untuk mendeskripsikan pendekatan yang bertujuan untuk memahami bagaimana ide terbentuk. Kata tersebut dipilih oleh banyak orang dan lebih sering digunakan sebagai label atau cara seseorang memblokir pesan yang mengancam mereka. Dengan demikian, ideologi menjaga seseorang dari pemahaman kebenaran tentang situasi mereka. Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli mengenai ideologi :
1.      Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx berpendapat bahwa ideologi membutakan seseorang terhadap fakta  mengenai keberadaan mereka dalam masyarakat. Dia mendeskripsikan ideologi sebagai ilusi politik yang diproduksi kelas pengalaman sosial (contohnya, kelompok sosial yang didefinisikan dengan peran ekonomi. Seperti pengusaha dan pekerja).

2.      Georges Sorel (1842-1922)
Georges Sorel memiliki pendekatan yang berbeda mengenai Ideologi. Sorel berpendapat bahwa pergerakan massa mengembangkan masa depan yang anggotanya tidak begitu percaya, tetapi adanya hal-hal yang perlu untuk memotivasi mereka. Dia menyebutnya mitos penglihatan. Sorel fokus kepada mitos yang spesifik, seperti kepercayaan yang umum yang merata diantara sindikat, sedikit luas daripada sistem kepercayaan yang menyatakan ini sebagai ideologi. Juga, sebagaimana kata mitos menyatakan secara tidak langsung, kepercayaan yang dalam kepada mitos tidak sama dengan ideologi. Tapi dongeng dapat menggembleng orang dan secara jelas merupakan bagian dari ideologi.[2]









2.3 Fungsi Ideologi
Dengan memberikan dasar etika pada pelaksanaan kekuasaan politik, ideologi bisa mempersatukan rakyat dari suatu negara atau pengikut suatu gerakan yang berusaha mengubah negara. Ideologi memungkinkan adanya komunikasi simbolis antara pemimpin dan yang dipimpin, untuk berjuang bahu membahu demi prinsip bukan pribadi. Ideologi juga merupakan suatu pedoman untuk memilih kebijakan dan perilaku politik. Dan ideologi memberikan cara kepada mereka yang menginginkannya serta kepada yang yakin akan arti keberadaannya dan tujuan tindakannya. Karena itu keberhasilan suatu ideologi tertentu, sedikit banyaknya merupakan masalah kepercayaan yang lahir keyakinan yang rasional. Dan ini berlaku sama baik untuk ideologi yang bersifat demokratis atau otoriter.[3]

2.4 Macam-macam Ideologi di Dunia
Ideologi sebagai sistem pemikiran yang betujuan untuk diaktualisasikan dalam norma yang kemudian dituangkan dalam bentuk perilaku, kelembagaan, politik, ekonomi, pertahanan keamanan, dan segala bidang lainnya dalam menghidupi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada bermacam-macam ideologi yang ada di dunia.
1)      Liberalisme
Liberalisme adalah ideologi yang mendasarkan diri pada kebebasan individu. Liberalisme mengajarkan kemakmuran orang perseorangan dan masyarakat seluruhnya, diusahakan untuk memberi kesempatan untuk mengejar kepentingan masing-masing.
            Neo-Liberalisme muncul setelah Perang Dunia I, berpegang pada persaingan bebas di bidang politik, ekonomi; dengan syarat membantu negara-negara lemah, tapi menekankan kepentingan individu dan persaingan bebas.[4]
Ciri-ciri ideologi liberal :
1.      Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
2.      Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
3.      Pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan sendiri.
4.      Kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Singkatnya, kekuasaan dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi.
5.      Suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia. Kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.
Paham ideologi liberal dianut di Inggris dan koloni-koloninya, termasuk Amerika Serikat.[5]
2)      Sosialisme
Sosialisme adalah ideologi yang menjadi gerakan mengubah struktur milik sosial dan politik masyarakat, serta akan membangun suatu masyarakat baru dengan pola yang berbeda-beda menurut aliran sosialisme. Pada abad ke 19-20, sosialisme merupakan jawaban terhadap krisis sosial akibat industrialisasi dan cara produksi kapital. Sosialisme berpendapat bahwa manusia tidak hanya bersifat egois tapi juga sosial.[6]
3)      Fasisme
Fasisme adalah ideologi yang dirintis oleh B. Mussolinni (1922-1943) berasal dari kata Facio di combat-timento (persatuan perjuangan). Sikap ini menentang liberalisme dan kolonialisme. Fasisme menyusun negara yang otoriter serta totaliter. Ekonomi, kultur dan pendidikan generasi muda tunduk pada dan ditentukan oleh partai fasisme. Manusia dipandang hanya sebagai makhluk sosial.[7]
4)      Kolonialisme
Kolonialisme adalah paham tentang penguasaan suatu negara/bangsa lain dengan maksud memperluas wilayah negaranya. Penyebab timbulnya kolonialisme adalah keinginan untuk menjadi bangsa yang terkuat, menyebarkan agama dan ideologi, kebangaan atas bangsa yang istimewa, keinginan untuk mencari kekayaan alam dan tempat pemasaran hasil produksi.
Tipe-tipe kolonialisme :
a)      Koloni penduduk, jika terjadi migrasi besar-besaran ke negeri asing kemudian  menjadi tanah air baru, misalnya Amerika Utara dan Kanada.
b)      Koloni kelebihan penduduk, seperti koloni bangsa Italia ke Jepang.
c)      Koloni deportasi, tanah koloni yang dikerjakan orang-orang buangan. Contoh : Australia.
d)      Koloni eksploitasi, daerah jajahan yang dikerjakan hanya untuk mencari keuntungan. Contoh : Hindia Belanda.[8]

5)      Komunisme
Komunisme merupakan ajaran yang memandang bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial, komunisme mendasarkan pada suatu kebaikan yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan dan keuntungan kelas masyarakat totalitas. Atas dasar inilah komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan relatif demi kepentingan dan keuntungan kelasnya, dan dalam mencapai tujuannya dapat menghalalkan segala cara.
Oleh karena itu, hakikat ideologi komunis bercorak partikular, yaitu suatu ideologi yang hanya membela kepentingan tertentu (proletar). Hubungan dengan masyarakat ideologi komunis bersifat kosmopolitisme yang menggambarkan hegemoninya ke seluruh dunia.
Adapun ciri-ciri ideologi komunis, yaitu :
a)      Bersumber kepada akal manusia tetapi terbatas.
b)      Perekonomian ada di tangan negara
c)      Hukum dibuat oleh manusia dan diterapkan oleh negara dengan tangan besi.
d)      Menolak keberadaan agama/ateisme, tidak percaya akan adanya Sang Pencipta.
e)      Manusia makhluk sosial, tanpa demokrasi individu dan manusia hanya dianggap mesin saja.
f)       Masyarakat sebagai kesatuan manusia tanpa kelas, dengan landasan teori perjuangan/pertentangan kelas ploretar berhadapan dengan kaum kapitalis/tuan tanah
g)      Bersifat kosmopolitan, artinya menerapkan dan mengembangkan hegemoninya ke
h)      seluruh pelosok dunia.[9]







2.5 Perbandingan Ideologi Pancasila dan Ideologi Komunisme
Ideologi pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan social. Oleh karena itu, dalam ideologi pancasila mengakui atas kebebasaan dan memerdekakan individu, namun dalam hidup berbangsa juga harus memakai hak dan kebebasan orang lain secara bersama sehingga dengan demikian mengakui hak-hak masyarakat, selain itu bahwa manusia menurut pancasila membentuk kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, nilai-nilai ketuhanan senantiasa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup bernegara dan bermasyarakat.[10]
Sementara itu, etika dalam ideologi komunisme adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada keuntungan demi keuntungan kelas masyarakat secara totalitas. Atas dasar inilah maka komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan yang relatif demi keuntungan kelasnya. Oleh karena itu, segala cara dapat dilakukan.[11] Dalam kaitannya dengan Negara, bahwa Negara adalah sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk komunal.sehingga hak individual pada hakekatnya adalah tidak ada.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbandingan kedua ideologi tersebut adalah :
1.      Aspek Politik-Hukum
-          Ideologi Pancasila : Hukum untuk menjunjung tinggi keadilan dan keberadaban  individu dan masyarakat.
-          Ideologi Komunis : Berkuasa untuk suatu parpol, hukum untuk melanggengkan komunis.

2.      Aspek Ekonomi
-          Ideologi Pancasila : Untuk mencegah terjadinya monopoli dan sejenisnya yang merugikan masyarakat.
-          Ideologi Komunis : Peran Negara dominan, monopoli Negara

3.      Aspek Agama
-          Ideologii Pancasila : Agama harus menjiwai dalam kehidupan bermasyarat, berbangsa, dan bernegara.
-          Ideologii Komunis : Agama candu masyarakat dan harus dijauhkan dari masyarakat
Atheis.


4.      Pandangan terhadap Individu dan Masyarakat
-          Ideologi Pancasila : Individu diakui kebudayaannya; masyarakat ada karena individu, akan punya arti apabila hidup di tangan masyarakat.
-          Ideologi Komunis : Individu dan masyarakat tidak penting, kolektivitas yang dibentuk Negara lebih penting. [12]





















2.6 Islamisme atau politik Islam sebagai ideologi
Kunjungan Presiden Abdurrahman Wahid ke sejumlah negara ASEAN pada awal masa pemerintahannya menyadarkan kita pada suatu persoalan yang bersifat recurrent. Wartawan televisi Indonesia merasa perlu melaporkan hal itu, meskipun disadari bahwa misi utama kunjungan Kepala Negara berkaitan dengan persoalan ekonomi. Menurut koran International Herard Tribunel, pernyataan Presiden sangat membesarkan hati mereka yang hadir, karena beliau akan berusaha keras untuk tidak membiarkan Islam militan-ideologi maupun politis berkembang. [13]
Mestinya, hal-hal itu dikemukakan ketika posisi aktivis-aktivis politik islam agak ketengen setelah sekian dasawarsa terpinggirkan yang membuat hubungan antara Islam dan negara relatif membaik pada akhir 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Seperti diketahui, kekhawatiran kalangan tertentu terhadap dinamika politik islam muncul pada masa-masa itu, yang merupakan tahun-tahun terakhir keberadaan rezim Orde Baru.[14]
Sejak presiden Soeharto memimpin instabilitas politik mulai mereda, ketika liberalisasi dan relaksasi menjadi ciri utamanya. Didalam era ini terjadi belenggu otoritarianisme yang selama ini berfungsi sebagal kendala pembebasan politik paling penting dan telah terpatahkan, dan atas dasar itu publik merasa mempunyai hak untuk mengartikulasikan kepentingan-kepentingan politik mereka. termasuk hal ini adalah gagaan mengenaI Islam sebagai kekuatan atau simbol ideologi politik.
Dalam era ini terjadi instabilitas politik. Banyak golongan-golongan yang hanya mengutamakan kepentingan golongan tersebut. Politik Islam yang dipersepsi sesuai dengan imajinasi politik yang menakutkan. Didalam perkembangan politik Islam terdapat dua arus yang menyebabkan turun naiknya keberadaan politik islam tersebut, yaitu :
1.      Arus politik Islam pada masa orde baru
Pada masa orde baru politik Islam bersifat substansial. Dalam arti bahwa pemikir dan aktivis Islam berusaha untuk lebih mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan nilai, makna dan isi, daripada bentuk dan simbol.[15] Para aktivis politik Islam mengeluarkan langgan yang dimunculkan oleh generasi lama. Yang pertama, bahwa negara mengganggap remeh komunitas Islam menjadikannya terpinggirkan. Yang kedua, keinginan untuk memunculkan format baru politik dan ideologi Islam.
            Kedua hal tersebut mengharuskan para aktivis politik Islam mengubah paradigmanya. Karena yang harus diwujudkan adalah prinsip prinsip politik sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an : nilai-nilai keadilan, kesamaan dan musyawarah. Jika komunitas islam ingin merujukkan cita-cita baru tersebut dalam perspektif Al-Qur’an maka rumusan yang paling dekat adalah gagasan tentang “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafir” negeri yang baik dan Tuhan yang pengampun. Ini merupakan gagasan yang universal hampir sebanding dengan perspektif negara modern “the good society”.[16]
            Perkembangan politik Islam menonjolkan gerakan transformasi menimbulkan kemajuan yang lua biasa. Setidak-tidaknya sepanjang akhir tahun 1980 hingga pertengahan tahun 1990-an, negara membuat sejumlah kebijakan yang dinilai menguntungkan umat Islam. Misalnya, disahkannya Undang-Undang Peradilan Agama (UUPA). Dan semakin terbukanya akses kalangan Islam kekuasaan, yang ditandai dengan duduknya banyak aktivis Islam di pemerintahan.[17]
2.      Arus Politik Islam pada masa era reformasi.
Perubahan politik Islam pada masa era reformasi mengalami ketidaknormalan. Banyak partai politik yang menggunakan asas dan simbol Islam berjalan hanya karena mengimajinasikan atau keinginan politiknya sendiri-sendiri, daripada memikirkan bagaimana kemajuan negara akan dibawa. Meskipun para aktivis politik islam bereksperimen terhadap format politik tetapi, belum menghasilkan sesuatu yang dicita-citakan, baik dalam konteks Islam maupun negara.
Sejak awal Indonesia berdiri, upaya untuk membicarakan kaitan agama dan negara perlu dilakukan, tetapi terhenti oleh situasi politik kemerdekaan pada pertengahan dasawarsa 1940-an.[18] Sidang konstituante yang antara lain juga dimaksudkan untuk memulai kembali pembicaraan mengenai hubungan antara agama dan negara dihentikan oleh presiden Soekarno dengan dukungan tentara, meskipun bukan tanpa alasan.[19] Sementara itu, presiden Orde Baru, karena watak pragmatismenya, merasa tidak perlu untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan yang dianggap terlalu luxurious jika dihadapkan pada kebutuhan untuk melakukan pembangunan ekonomi dan tertib politik.[20] Akibatnya tidak ada kesepakatan-kesepakatan yang dinegosiasikan mengenai posisi agama dan negara.[21]
Yang menjadi persoalan kemudian, apakah agama itu sebuah ideologi? Inilah pertanyaan yang tergantung seperti jawaban atau penjelasan yang diberikan terhadapnya, akan mempengaruhi dan membentuk pandangan kita mengenai keterkaitan antara agama dan ideologi. Sebagai suatu instrumen ilahilah untuk memahami dunia, agama menempati posisi penting di dalam kehidupan manusia. Dengan kapasitas seperti itu, dalam pandangan pemeluk-pemeluknya, agama dianggap sebagai sumber dan rujukan panduan nilai bagi tindakan-tindakan manusia.[22]
Dalam perspektif umum seperti itu, keterkaitan antara agama dan ideologi bisa menjadi sedemikian dekat. Sebab, ideologi biasanya dipahami sebagai “a set of closely related beliefs, or ideas, even attitudes, characteristics of a group or community”.[23] Jika diletakkan dalam konteks politik tersebut pengertiannya akan sebanding dengan budaya politik atau tradisi politik.[24]


[1] Syahrial Syarbaini, pengetahuan dasar ilmu politik, h. 157-159
[2] Lyman Tower Sargent, Contemporary Political Ideologies “A Comparative Analysis”, h. 6-7
[3] Rodee, Introduction To Political Science, h. 61-62
[4] Minto Rahayu, Pendidikan Kewarganegaraan “Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa”, h. 50
[5] Surbakti, Ilmu Politik, h. 45
[6] Minto Rahayu, Pendidikan Kewarganegaraan “Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa”, h. 52
[7] Minto Rahayu, Pendidikan Kewarganegaraan “Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa”, h. 52
[8] Minto Rahayu, Pendidikan Kewarganegaraan “Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa”, h. 51
[9] Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila “Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa”, h. 71-73
[10] KAELAN,Pendidikan Pancasila, h.13
[11] KAELAN, Pendidikan Pancasila, h. 145
[12] Setiadi, Elly M. 2003, Pendidikan Pancasila, Jakarta: Gramedia
[13] Bahtiar Effendy, Teologi politik baru islam, h. 43
[14] Bahtiar Effendy, Islam dan negara : transformasi pemikiran dan praktik politik Islam di Indonesia
[15] Bahtiar Effendy, Teologi Baru Politik Islam, h. 44
[16] Bahtiar Effendy, Teologi Baru Politik Islam, h. 45
[17] Bahtiar Effendy, Teologi Baru Politik Islam, h. 47-48
[18] Lihat, Risalah Sidang Badan Penyeledik usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 28 mei-22 agustus 1945, Jakarta ; Sekertariat Negara Republik Indonesia,1995; Endang Saefuddim Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Bandung: Pustaka,1981
[19] Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Jakarta: Grafiti,1995; Ahmad Syafii Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan dalam Konstituante, Jakarta :LP3ES,1993.
[20] Lihat, John Bresnan, Managing Indonesia: The Modern Political Economy, New York : Columbia University Press, 1993.
[21] Bahtiar Effendy, Teologi Baru Politik Islam, h.63
[22] Bahtiar Effendy, Teologi Baru Politik Islam, h. 65
[23] John Plamenatz, Ideology, New York: Preager, h.15
[24] Roy C. Macridis, Contemporary Political Ideologies, h.2


 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dengan penjelasan yang telah kami sampaikan, kami menarik kesimpulan bahwa ideologi merupakan gabungan dari dua kata majemuk “ideas” dan “logos” yang berasal dari bahasa Yunani “eidos” dan “logos”. Ideologi sendiri berarti suatu gagasan berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran falsafah.
Ideologi juga diartikan sebagai ajaran, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam  bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu pandangan hidup akan meningkat menjadi suatu falsafah hidup apabila telah mendapat landasan berpikir maupun motivasi yang lebih jelas, sedangkan kristalisasinya kemudian membentuk suatu ideologi.
Ideologi juga memiliki fungsi, yaitu : memungkinkan adanya komunikasi simbolis antara pemimpin dan yang dipimpin, untuk berjuang bahu membahu demi prinsip bukan pribadi. Ideologi juga merupakan suatu pedoman untuk memilih kebijakan dan perilaku politik. Dan ideologi memberikan cara kepada mereka yang menginginkannya serta kepada yang yakin akan arti keberadaannya dan tujuan tindakannya. Karena itu keberhasilan suatu ideologi tertentu, sedikit banyaknya merupakan masalah kepercayaan yang lahir keyakinan yang rasional.

;;